top of page

TPA Terbesar di Bali Tutup, Bagaimana Bali Akan Mengelola Sampahnya? : Tantangan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

  • Writer: GRC Insight
    GRC Insight
  • Aug 30
  • 3 min read
ree

TPA Regional Sarbagita Suwung, tempat pembuangan sampah terbesar di Bali, akan ditutup permanen pada akhir 2025. Keputusan ini diambil karena metode open dumping telah melanggar hukum pidana sejak 2018 dan menimbulkan pencemaran lingkungan serius. Sejak 1 Agustus 2025, TPA Suwung telah menghentikan penerimaan sampah organik dan hanya melayani sampah anorganik serta residu.


Keputusan penutupan TPA Suwung menuai reaksi keras dari masyarakat, terutama petugas pengangkut sampah yang merasa kebingungan tanpa solusi alternatif yang jelas. Puncak ketegangan terjadi ketika puluhan pengemudi motor cikar (moci) melakukan aksi protes dengan memarkirkan kendaraan bermuatan sampah di depan Kantor Gubernur Bali pada Senin (4/8/2025). Para petugas mengeluhkan sosialisasi kebijakan yang tidak sampai kepada pelaksana lapangan, padahal mereka harus tetap mengangkut sampah dari rumah ke rumah tanpa tahu kemana harus membuangnya.


Situasi ini semakin rumit mengingat timbulan sampah di Bali mencapai 3.436 ton per hari pada Juli 2025, menunjukkan urgensi masalah yang memang memerlukan penanganan segera. Meski pemerintah menegaskan kebijakan ini bukan keputusan mendadak dan telah direncanakan melalui tahapan yang terstruktur, kenyataan di lapangan menunjukkan gap komunikasi yang signifikan antara kebijakan tingkat atas dengan implementasi di tingkat bawah.


Untuk mengatasi tantangan ini, Bali mengembangkan strategi pengelolaan sampah berbasis sumber yang memindahkan tanggung jawab pengolahan sampah organik langsung ke sumbernya seperti desa-desa, pasar tradisional, dan tingkat rumah tangga. Pendekatan revolusioner ini tidak hanya mengurangi volume sampah yang berakhir di tempat pembuangan akhir, tetapi juga menciptakan nilai ekonomi di tingkat komunitas dengan dukungan akademisi perguruan tinggi di Bali untuk pendampingan teknologi.


Sementara untuk sampah anorganik, Bali menerapkan sistem offtaker di mana sampah-sampah tersebut akan diberikan atau dijual kepada pihak pengolah yang mampu mendaur ulang material menjadi produk bernilai ekonomi. Strategi ini dilengkapi dengan pembangunan tiga Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Kota Denpasar sebagai alternatif utama menggantikan peran TPA Suwung, dengan satu fasilitas telah menjalani uji coba operasional sementara dua TPST lainnya di Padangsambian Kaja dan Tahura Suwung masih dalam persiapan.


TPST ini dirancang dengan teknologi modern yang mampu mengolah sampah menjadi berbagai produk bernilai, termasuk kompos untuk pertanian, bahan daur ulang untuk industri, dan bahkan bahan RDF (Refuse Derived Fuel) yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif. Bali juga mengoptimalkan teknologi Teba Modern dan mengembangkan program inovatif seperti Bali Waste Cycle yang mampu mengubah sampah plastik menjadi produk bernilai sosial tinggi, termasuk kaki palsu untuk penyandang disabilitas.


Keberhasilan TPST Samtaku menjadi contoh nyata bahwa pengelolaan sampah dapat menjadi kegiatan ekonomi yang menguntungkan sekaligus ramah lingkungan. Program ini menunjukkan bagaimana sampah yang sebelumnya dianggap masalah kini dapat diubah menjadi peluang ekonomi sirkular yang berkelanjutan, sejalan dengan komitmen Bali menuju emisi nol bersih.


Dukungan pemerintah pusat juga terlihat dengan pertimbangan pembangunan PSEL (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) sebagai solusi jangka panjang, bahkan dengan kemungkinan relokasi fasilitas pengolahan sampah ke Gianyar untuk mengurangi beban wilayah Denpasar. Kementerian Lingkungan Hidup telah mengapresiasi upaya Bali dalam mengembangkan pengelolaan sampah berbasis sumber ini, memberikan momentum positif bagi implementasi strategi yang inovatif dan berkelanjutan.


Meski menghadapi tantangan komunikasi dan protes dari masyarakat, transformasi ini tetap harus dilanjutkan mengingat Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam diskusi "Bali Bicara Darurat Sampah" menekankan bahwa krisis pengelolaan sampah membutuhkan prioritas penanganan segera untuk mencegah dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi yang merugikan. Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra, menegaskan bahwa pengelolaan sampah kini bukan hanya program prioritas, tetapi sudah menjadi program darurat yang membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah.


Penutupan TPA Suwung pada akhirnya menandai babak baru dalam pengelolaan sampah Bali yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Melalui pendekatan komprehensif yang menggabungkan teknologi modern, partisipasi masyarakat, dan dukungan pemerintah, Bali diharapkan dapat menghadapi tantangan pengelolaan sampah di era modern sambil mempertahankan daya tarik sebagai destinasi pariwisata dunia yang bersih dan berkelanjutan. Keberhasilan transformasi ini tidak hanya akan menyelesaikan masalah sampah lokal, tetapi juga menjadi model pengelolaan sampah berkelanjutan untuk daerah lain di Indonesia.




 
 
bottom of page