top of page

donesia Larang Simbol “One Piece” di Hari Kemerdekaan? : Simbol dan Kritik Sosial di Hari Kemerdekaan Indonesia

  • Writer: GRC Insight
    GRC Insight
  • Aug 5
  • 2 min read

ree

Menjelang perayaan Hari Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia, pemerintah menyatakan keprihatinannya atas tren viral penggunaan bendera bajak laut dari anime One Piece dalam dekorasi lingkungan.


Simbol tengkorak bertopi jerami—yang dikenal sebagai “Jolly Roger” milik Bajak Laut Topi Jerami—menjadi sorotan publik setelah banyak warga mengibarkannya di gapura RT/RW, kendaraan, dan dekorasi lomba 17-an.


Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebut tengah mempertimbangkan larangan penggunaan simbol tersebut dalam konteks perayaan nasional. Alasannya, bendera bajak laut tersebut dinilai berpotensi menyimpang dari semangat perjuangan dan nilai-nilai nasionalisme yang menjadi inti dari Hari Kemerdekaan. Pemerintah mengajak masyarakat untuk lebih bijak memilih simbol-simbol yang merepresentasikan kebangsaan, seperti bendera merah putih dan lambang Garuda.


Namun, di balik larangan itu, fenomena ini justru memunculkan diskusi lebih dalam mengenai makna simbol dan bentuk ekspresi masyarakat. Dalam laporan South China Morning Post (SCMP), beberapa warga Indonesia menyatakan bahwa penggunaan bendera bajak laut bukan sekadar mengikuti tren anime, melainkan juga bentuk sindiran sosial. Mereka merasa bahwa kehidupan sehari-hari—mulai dari korupsi, ketidakadilan, hingga kesenjangan sosial—menyerupai dunia penuh ketidakpastian dalam cerita One Piece. Dengan mengibarkan bendera bajak laut, sebagian warga menyuarakan rasa frustasi mereka terhadap kondisi sosial yang tidak mereka anggap “merdeka sepenuhnya.”


Sosiolog dari Universitas Indonesia, Ari Ganjar Herdiansyah, seperti dikutip dari Tempo.co, menyebut bahwa bendera One Piece bisa dibaca sebagai bentuk kritik sosial yang simbolik. Bajak laut dalam anime digambarkan bukan sebagai perampok jahat, melainkan sebagai kelompok pembangkang terhadap sistem yang korup, yang memperjuangkan keadilan dengan cara mereka sendiri. Dalam konteks ini, penggunaan simbol bajak laut mencerminkan kekecewaan terhadap tatanan sosial dan politik saat ini, terutama oleh generasi muda.


Lebih jauh, Ari menyatakan bahwa fenomena ini menunjukkan adanya kegelisahan di tengah masyarakat, khususnya kaum muda, yang tidak merasa memiliki ruang cukup untuk menyampaikan pendapat mereka secara formal. Media sosial dan budaya populer seperti anime pun menjadi saluran alternatif untuk mengkritik keadaan.


Menariknya, respon publik terhadap tren ini cukup beragam. Sebagian warganet mendukung kebebasan berekspresi dan menganggap pemerintah seharusnya tidak terlalu kaku menghadapi budaya populer. Sementara sebagian lainnya mengingatkan pentingnya menjaga kesakralan Hari Kemerdekaan dan menolak simbol asing dalam perayaan nasional.


Pemerintah sendiri belum mengeluarkan regulasi resmi terkait larangan bendera One Piece, tetapi telah menyerukan agar masyarakat menggunakan simbol-simbol yang mencerminkan semangat kemerdekaan Indonesia. Rencana koordinasi lintas kementerian dan dialog dengan tokoh masyarakat serta komunitas kreatif sedang disusun untuk menangani fenomena ini secara lebih proporsional.


Fenomena ini memperlihatkan bahwa makna kemerdekaan bisa ditafsirkan secara beragam oleh masyarakat. Di satu sisi, perayaan 17 Agustus tetap harus menjadi momen untuk mengenang perjuangan bangsa. Di sisi lain, ekspresi budaya—termasuk yang berbau kritik sosial—juga bagian dari demokrasi dan kebebasan berekspresi yang justru menjadi hasil dari kemerdekaan itu sendiri.


Sumber:

 
 
bottom of page