KTT BRICS 2025: Indonesia Resmi Bergabung, Hasilkan 4 Pilar Strategis. Menuju Tata Dunia yang Lebih Inklusif
- GRC Insight

- Jul 30
- 2 min read

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 yang digelar di Brasil menandai momentum penting dalam peta geopolitik global. Dalam forum ini, negara-negara anggota menyepakati empat pilar kerja sama strategis untuk mendorong sistem global yang lebih adil, seimbang, dan inklusif.
KTT ini juga menjadi sejarah baru bagi Indonesia: secara resmi bergabung sebagai anggota penuh BRICS bersama Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab. Penambahan ini memperkuat posisi BRICS sebagai kekuatan global alternatif dengan pengaruh besar dalam bidang ekonomi, perdagangan, dan diplomasi.
Empat Pilar Strategis Hasil KTT BRICS 2025
1. Reformasi Tata Kelola Global Secara Multilateral
BRICS menekankan urgensi reformasi lembaga-lembaga global seperti PBB dan sistem Bretton Woods, termasuk IMF dan Bank Dunia, agar lebih representatif terhadap aspirasi negara-negara berkembang. Negara anggota sepakat untuk memperkuat pendekatan multilateral dalam menghadapi tantangan global dan menjaga keseimbangan kekuatan dunia.
2. Penguatan Perdamaian Dunia dan Stabilitas Ekonomi
Pilar kedua menegaskan komitmen BRICS terhadap perdamaian internasional dan stabilitas global. Kerja sama ekonomi, perdagangan, dan keuangan akan diperdalam untuk menghadapi tantangan seperti konflik geopolitik, ketegangan rantai pasok, dan disrupsi energi. Bagi Indonesia, ini adalah peluang strategis untuk memperluas pasar dan meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.
3. Transisi Energi dan Pembangunan Berkelanjutan yang Inklusif
Anggota BRICS berkomitmen terhadap transisi energi hijau dan pembangunan berkelanjutan. Namun, semua inisiatif ini harus mempertimbangkan keadilan iklim dan kapasitas pembangunan negara berkembang. Kolaborasi teknologi dan pendanaan menjadi kunci dalam memastikan transisi yang adil dan tidak meninggalkan negara di belakang.
4. Investasi dalam Pembangunan Sosial dan Budaya
Pilar terakhir mencakup kerja sama di bidang pendidikan, pengembangan sumber daya manusia, inovasi, serta pelestarian budaya nasional. Penguatan relasi antar masyarakat diyakini mampu menciptakan hubungan antar negara yang lebih erat dan saling menguntungkan di berbagai bidang, termasuk kesehatan dan teknologi.
Dengan bertambahnya lima anggota baru—termasuk Indonesia—kelompok BRICS kini menjelma menjadi kekuatan ekonomi baru yang lebih solid. Gabungan Produk Domestik Bruto (PDB) dari seluruh anggota BRICS telah menembus angka US$30,2 triliun (setara Rp489.546 triliun), menurut data terbaru dari IMF. Angka ini setara dengan 27% dari total PDB global, yang menjadikan BRICS melampaui kelompok ekonomi G7 dalam beberapa indikator utama seperti kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dunia dan populasi.
Bergabungnya Indonesia dalam forum ini diprakarsai langsung oleh Presiden Prabowo Subianto, menjadi tonggak penting dalam sejarah diplomasi luar negeri. Langkah ini tidak hanya mencerminkan keseriusan Indonesia dalam memperluas aliansi strategis, tetapi juga memperkuat posisi nasional dalam forum multilateral global yang selama ini didominasi negara-negara maju.
Dalam deklarasi bersama di KTT BRICS 2025 di Brasil, para pemimpin negara anggota juga menyatakan sikap tegas terhadap praktik perdagangan diskriminatif dan kebijakan proteksionis—termasuk ancaman tarif impor dari Amerika Serikat. BRICS mendorong sistem perdagangan global yang terbuka, adil, dan berbasis aturan.
Tak hanya soal ekonomi dan politik, kelompok ini juga menunjukkan perhatian terhadap isu kemanusiaan. BRICS menyuarakan keprihatinan terhadap situasi di Gaza dan Iran, menyerukan solusi damai, penghormatan terhadap hukum internasional, dan perlindungan maksimal bagi warga sipil. Sikap ini menegaskan bahwa BRICS ingin mengambil peran lebih aktif dalam merespons konflik global dengan pendekatan diplomatis dan berkeadilan.
Dengan perkembangan ini, posisi Indonesia di panggung dunia semakin strategis—baik dalam dimensi ekonomi, diplomasi, maupun kemanusiaan.


